Raden Ngabehi Ronggowarsito lahir pada tahun 1802, ayahnya bernama R. Tumenggung Sastronegoro, kakeknya bernama R.Ng. Yosodipuro I seorang pujangga kraton yang terkenal dijamannya. Nama kecilnya adalah Bagus Burham.
R. Ng. Ronggowarsito adalah bangsawan keturunan Pajang, dengan silsilah sebagai berikut :
- P. Hadiwijoyo (Joko Tingkir)
- P. Benowo, putera Emas (Panembahan Radin)
- P. Haryo Wiromenggolo (Kajoran)
- P. Adipati Wiromenggolo (Cengkalsewu)
- P.A. Danuupoyo, KRT Padmonegoro (Bupati Pekalongan)
- R.Ng. Yosodipuro (Pujangga keraton Solo)
R. Ng.Yosodipuro alias Bagus Burham adalah R.Ng.Ronggowarsito yang kita kenal. Semasa kecil hingga remaja dia memang lebih dikenal dengan nama Bagus Burhan, dan pernah menuntut ilmu di Pesantren Tegalsari atau Gebang Tinatar, seperti yang sekilas telah dipaparkan dalam Jelajah Misteri No.0450 lalu.
Dari jalur ibundanya, R.Ng.Ronggowarsito merupakan seorang bangsawan berdarah Demak, dengan silsilah sebagai berikut:
- R. Trenggono (Sultan Demak ke III)
- R.A. Mangkurat
- R.T. Sujonoputero (Pujangga keraton Pajang)
- K.A. Wongsotruno
- K.A. Noyomenggolo (Demang Palar)
- R. Ng. Surodirjo I
- R.Ng. Ronggowarsito/Bagus Burham.
Karena ayahandanya wafat sewaktu sang pujangga belum cukup dewasa, Bagus Burhan kemudian ikut dengan kakeknya, yaitu R. Tumenggung Sastronegoro, yang juga seorang bangsawan keraton Solo.
Dikisahkan, pada saat dirawat oleh kakeknya inilah Bagus Burhan hidup dengan penuh kemanjaan, sehingga bakatnya sebagai seorang pujangga sama sekali belum terlihat. Bahkan, kesukaannya di masa muda adalah sering menyabung jago, dan bertaruh uang. Bermacam-macam kesukaan yang menghambur-hamburkan uang seakan menjadi cirri khasnya kala itu.
Namun demikian sang kakek, R. Tumenggung Sastronegoro, telah meramalkan kalau nanti cucu kinasihnya ini akan menjadi seorang pembesar setaraf dengan kakek buyutnya. Untuk mewujudkan keinginannya sang ayah, Bagus burham dibawa ke Pondok pesantren Tegalsari pimpinan Kyai Ageng Kasan Besari untuk mendapatkan ilmu lahir batin dan keagamaan.
Bagus Burham berangkat ke Tegalsari didampingi Ki Tanujoyo, pembantunya. Di tempat barunya Bagus Burhan justru suka bermalas-malas dan berbuat maksiat. Pekerjaannya tiap hari berjudi, sehingga ia lebih terkenal sebagai seorang penjudi dibandingkan sebagai santri.masjid tegalsari
Perbuatan Bagus Burham sering mendapat teguran dari Kyai Ageng Kasan Besari, maklum santri yang punya latar belakang kraton harusnya menjadi suri tauladan yang baik, bukan sebaliknya. Karena merasa bosan tinggal di pesantren, ia meninggalkan Tegalsari. Ki Tunojoyo juga mendampinginya.
Ia juga tidak mau pulang ke kraton, bahkan berpetualang sampai daerah Madiun. Suatu saat mereka kehabisan uang, Ki Tunoyojo berdagang barang loakan dan Bagus burham tetap pada kegemaran semula. Ayahnya bingung medapat laporan dari pesantren kalau Bagus Burham sudah tidak belajar di di sana lagi. Kemudian ayahnya mengutus Ki Josono mencari dan mengajak kembali ke Tegalsari.
Suatu saat Tegalsari dilanda musibah, banyak pencuri dan pertanian diserang hama. Kyai Ageng Kasan Besari mohon petunjuk Allah SWT dan mendapat petunjuk bahwa tegalsari akan seperti semula bila Bagus Burham kembali. Kemudian sang kyai mengutus Ki Kromoleyo untuk mencarinya. Bukan perkara sulit bagi Ki Kromoleyo mencari Bagus Burham karena dia hafal betul tempat-tempat yang disinggahi Bagus Burham. Akhirnya Ki Kromoleyo menemukan Bagus Burhan tetapi tidak mau diajak kembali, tetapi atas bujukan Ki Josono utusan orang tuanya Bagus Burhan mau kembali ke Tegalsari.
Pasca kembalinya Bagus Burham ke Tegalsari, Kyai Ageng Kasan Besari tidak langsung menerapkan pengajaran seperti pada santri-santri yang lain. Beliau sadar Bagus Burham bukan keturunan orang biasa, dia masih keturunan raja di tanah Jawa yang suka memperlihatkan kejantanan seperti sabung ayam, tapi juga senang melakukan tapa brata. Kemudian beliau menyuruh Bagus Burham melakukan “Tapa Kungkum”. Genap 40 hari Bagus Burham telah terbuka hatinya dan sadar kalau usianya makin dewasa. Akhirnya ia tumbuh menjadi anak yang pandai.
Sang kyai tersenyum melihat perkembangan Bagus Burham, padahal terapi yg dilakukannya terhadap Bugus Burham karena cerita yang pernah didengarnya, bahwa dahulu ada anak bengal bernama Ken Arok. Karena ketekunan Loh Gawe Ken Arok bisa menjadi raja di Singosari, dan menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa. Beliau yakin Bagus Burham masih keturunan Ken Arok yang kelak menjadi orang yang luar biasa.
Setelah 4 tahun selesai belajar di Pesantren Tegalsari, Bagus Burham kembali ke Surakarta. Orang tuanya kemudian menyuruhnya belajar sastra arab dan kebatinan jawa di Kadilangu Demak. Ilmunya semakin banyak.
Pada usia 18 tahun ia ingin mengabdikan dirinya ke Kraton, tapi harus magang dulu di Kadipaten Anom. Jiwa pujangga dan senimannya begitu bergejolak, ia keluar dari pekerjaan magang tersebut dan mengembara ke luar jawa seperti Bali, Lombok dan Sulawesi bahkan ada yang mengatakan sampai India dan Srilangka.
Seusai mengembara Bagus Burham menikah, karena mertuanya diangkat menjadi Bupati Kediri ia mengikutinya. Di Kediri ia mempelajari karya sastra peninggalan Prabu Joyoboyo yang semakin memperluas wawasan keilmuannya. Usia 38 tahun ia mulai produktif dengan karya sastranya sendiri. Tahun 1844 pihak kraton mengangkatnya menjadi Kliwon carik dan disahkan menjadi pujangga kraton dengan gelar Raden Ngabehi Ronggowarsito.
Karya-karya sang pujangga pun semakin banyak dan fenomenal. Ciri khas karyanya selalu ada “sandi asmo” (nama yang disembunyikan) juga ikatan bahasanya yag enak didengar dan dihafal karena selalu ada “Purwakanthi swara” (suara yang mengikuti suara yang lain) seperti …..baRONG angGO saWARgo meSI marTOya. Suku kata yang sengaja ditulis dengan huruf besar bila dibaca berbunyi Ronggowarsito.
Misteri Kematian Sang Pujangga
Pada akhir sekitar rentang 1979, kematian R.Ng. Ronggowarsito alias Bagus Burham memang sempat menjadi bahan polemik. Pokok pangkal polemik tersebut adalah sekitar kematian Ronggowarsito yang telah diketahui sebelumnya oleh dirinya sendiri. Ya, delapan hari sebelum ajal menjemputnya sang pujangga telah menulis berita kematian tersebit dalam Serat Sabda Jati. Demikian cuplikannya dalam susunan kalimat asli:
“Amung kurang wolu ari kadulu, tamating pati patitis. Wus katon neng lobil makpul, antarane luhur, selaning tahun Jumakir, toluhu madyaning janggur. Sengara winduning pati, netepi ngumpul sakenggon.”
Artinya kurang lebih bahwa dirinya akan meninggal pada tanggal 5 Dulkaidah 1802 atau tanggal 24 Desember 1873 pada hari Rabu Pon.
Tulisan tersebut memang sempat melahirkan kontroversi berkepanjangan. Ada yang menilai bahwa Ronggowarsito meninggal bukan secara alami, akan tetapi dibunuh atas perintah persekongkolan Raja Paku Buwono IX yang mendapat desakan Belanda. Ketika itu Belanda merasa resah karena melihat kelebihan dan kemampuannya. Karena itulah Belanda berkepentingan menghabisinya. Apalagi, ayahanda Ronggowarsito ternyata juga telah diculik Belanda hingga akhirnya tutup usia di Jakarta.
Keinginan Belanda itub rupanya sejalan dengan Paku Buwono IX. Sang raja juha merasakan adanya sesuatu yang kurang berkenan dengan sepak terjang Ronggowarsito yang ketika itu namanya sangat terkenal mengingat karya-karyanya. Maka kuat dugaan, konspirasi menyikirkan Ronggowarsito akhirnya berjalan sempurna.
Apakah keraguan ini benar? Memang, sampai sekarang hal tersebut tetap menjadi misteri. Di satu pihak menganggap bahwa dengan kelinuwihannya Ronggowarsito memang mampu mengetahui saat-saat kematiannya, meski kematian adalah rahasia Tuhan. Namun di pihak lain menduga bahwa tidak menutup kemungkinan ada tangan-tangan lain yang merekayasa kematian tersebut, sekaliggus merekayasa kalimat ramalan pada Serat Sabda Jati sebagaimana dinukuli di atas.
Memang, banyak kalangan ahli yang beranggapan, bahwa bait-bait sebagaimana kami nukilkan itu merupakan tambahan dari orang lain. Hal ini jika mengingat dari sekitar 50 buku tulisan karya Ronggowarsito tidak terlalu nyata, mana tulisan murni karyanya, dan mana yang ditulis bersama-sama dengan orang lain, maupun yang merupakan terjemahan. Hal ini mudah dimaklumi, mengingat pada waktu itu belum ada perlindungan hak cipta. Apalagi sewaktu Ronggowarsito bertugas di keraton Solo kerajaan dalam kondisi tidak menentu, terpengaruh dengan perseteruan keluarga raja dan campur tangan kaum penjajah Belanda yang ingin mengail d iair keruh. Bagaimana yang sebenarnya, hanya Tuhan yang Maha Tahu.
Karya Karya Bagus Burham
Beberapa Karya Ki Ronggowarsito:
- Serat Joko Lodang
- Sinom
- Megatruh - Serat Sabdo Jati
- Serat Kalatida
- Sabda Tama
Demikianlah biografi singkat mengenai "Bagus Burham, Sang Pujangga Indonesia". Semoga bermanfaat buat kalian semua.
0 Komentar untuk "Bagus Burham, Sang Pujangga Indonesia"