Beberapa pilihan puisi Karya WS. Rendra dalam Empat Kumpulan Sajak
Spada
He, kakak yang berjalan ke timur itu
palingkan kepalamu bongkah batu
kerna dalam gelap yang menelanmu
aku bimbang apa kau lakiku!
Ada khianat dan angkuh antara kita
tertahan ku ngejar, bisaku cuma nyapa.
Spada! Hai! Teriak angin di dada: Spada!
Bila kau lelakiku yang serong, berpalinglah kiranya.
Lagu serdadu
Kami masuk serdadu dan dapat senapang
ibu kami nangis tapi elang toh harus terbang
Yoho, darah kami campur arak!
Yoho, mimpi kami patung-patung dari perak!
Nenek cerita pulau-pulau kita indah sekali.
Wahai, tanah yang baik untuk mati!
Dan kalau ku telentang dengan pelor timah
cukillah ia bagi putraku di rumah.
Lagu Ibu
Angin kencang datang tak terduga.
Angin kencang mengandung pedas mrica.
Bagai kawanan lembu langit tanpa perempuan.
Kawanan arus sedih dalam pusaran.
Ditumbukinya padas dan batu-batuan.
Tahu kefanaan, ia pergi tanpa tinggalan.
Angin kencang adalah birahi, sepi dan malapetaka.
Betapa kencang serupa putraku yang jauh tak terduga.
Serenada Hijau
Kupacu kudaku.
Kupacu kudaku menujumu.
Bila bulan
menegurkan salam
dan syahdu malam
bergantung di dahan-dahan
Menyusuri kali kenangan
yang berkata tentang rindu
dan terdengar keluhan
dari batu yang terendam
Kupacu kudaku.
Kupacu kudaku menujumu.
Dan kubayangkan
sedang kautunggu daku
sambil kaujalin
rambutmu yang panjang.
Malaikat-malaikat Kecil
Malaikat-malaikat kecil
mengepakkan sayap-sayap kapas.
Kaki-kaki batang ubi
dan bau buah nangka
Mulut-mulut mawar kecil
omongnya melulu yang baik.
Bukan begitu, Manis? –
Angin tertumbuk pada nyanyi
berpusar-pusar dan pergi tinggi sekali.
Bahasa air sungai,
suara gaib rumah kerang,
ya, manis, manis,
angin menggosok gunung batu.
Malaikat-malaikat kecil
menggelitik kulit kuduk.
Malaikat-malaikat kecil
mengepakkan sayap-sayap kapas.
Lagu malam
Burung malam lepas dua-dua
membendung anak kali dari langit.
Jatuhlah merjan-merjan mimpi.
Digetarkan bulu-bulu tubuhnya
dan bersebaran kutu-kutu perak.
Manis, ya manis.
Tusuk peniti lima buah
pada renda menutup dadamu.
Bujang-bujang mengulurkan tangannya
tak berarah di remang-remang.
Wahai, betapa bercandunya
tangan bujang di remang-remang.
Ada bocah, ada nenek
ada pokok mangga dan dongeng.
Wajah yang dipahat tajam garam
menyorot atas wajah bersih telanjang.
Mata-mata mereka tengadah terbuka.
Dan terlepas dari manik-manik hitamnya:
burung emas tak bersarang.
Petualang
Diserahkannya rindunya pada tali-tali gitar
hatinya tidak lagi di badannya
Tanah ibu yang jadi asing kecuali dirindu
terbaring antara dua sisi:
istirah dirajai lesu merampas sisa umurnya
dan menggenggam tuju membusuk di dada
ke daerah yang menutup pintu sebelum membuka.
Sebab keyakinan ada arti pada diri
dicobanya berulang kali
berpaling dari hasrat tarik diri.
Dalam alir darahnya mengalir sumpah petualang:
berkubur di lautan apa rimba tak terduga.
Ditatapnya nyalang mula tuju
katupan pintu.
Menatap juga ia kaki belum kuasa dilangkahkan.
Terbawa rindu tiap kelelahan meniduri diri
tanah ibu, sumur tua, mata adiknya
menjerit-jerit ia dalam kebisuan mulutnya
diserahkannya rindunya pada tali-tali gitar.
Demikianlah beberapa puisi pilihan dari "Empat Kumpulan Sajak" Karya WS. Rendra.
0 Komentar untuk "Empat Kumpulan Sajak"