Kumpulan Puisi W.S Rendra “Perjalanan bu Aminah”
Sajak Rajawali
Sebuah sangkar besi
Tak bisa mengubah seekoor rajawali
Menjadi seekor burung nuri.
Rajawali adalah pacar langit.
Dan di dalm sangkar besi
Rajawali merasa pasti
Bahwa langit akan selalu menanti.
Langit tanpa rajawali
Adalah keluasan dan kebebasan
Tanpa sukma
Tujuh langit, tujuh rajawali.
Tujjuh cakrawala, tujuh pengembara.
Rajawali terbang tinggi
Memasuki sepi
Memandang dunia.
Rajawali disangkar besi
Duduk bertapa
Mengolah hidupnya.
Hidup adalah merjan-merjan kemungkinan
Yang terjadi dari keringatmatahari.
Tanpa kemantapan hati rajawali
Mata kita hanya melihat fatamorgana
Rajawali terbang tinggi
Membela l;angit dengan setia.
Dan dia akan mematuk kedua matamu,
Wahai, kamu, pencemar langit yang durhaka !
Depok, Agustus 1981
Barangkali Karena Bulan
Bulan menyebarkan aroma berahi
Dari tubuhnya.
Yang lalu melekat di daun-daun pohon tanjung
Yang gemeteran.
Seekor kucing jantan mengerang
Dengan suara ajaib.
Mengucapkan puisi yang tak bisa ia tuliskan.
Dan, Ma, aku meraih sukmamu
Yang jauh dari jangkauanku.
Aku tulis sajak cintaku in
Karena tak bisa ku bisikkan kepadamu.
Rindu mengarungi senin, selasa, rabu,
Dan seluruh minggu
Menetes bagaikan air liur langit
Yang menjadi bintang-bintang.
Kristal-kristal harapan dan keinginan
Berkilat-kilat hanyut di air kali
Membentur batu-batu yang tidur.
Gairah kerja di siang hari
Di malam hari menjadi gelora asmara.
Karna bintang-bintang, pohon yanjung,
Angin dan serangga malam.
Ma, tubuhmu yang lelapa tidur
Terbaring di atas perahu layar
Hanyut di langit
Mengarungi angkasa raya.
Warungan, Juli 2003
Perjalanan Bu Aminah
Perempuan dengan badai di perut
Kamu dating dengan kereta malam ke jayanegara.
Dini hari kamu sampai
Tanpa sempat mencuci muka.
Kamu masuli peron
Yang berbau sampah.
Kamu muntah.
Seorang lelaki memegang lenganmu.
Kamu ucapkan terimakasih.
Tetapi tiba-tiba kamu merasa
Lelaki itu mencopet dompetmu.
Mulutmu menganga
Lantaran kaget
Bukannya akan bersuara.
Tetapi lelaki itu tegas:
Dengan sabar ia tinju mulutmu.
Kereta api lewat.
Orang-orang lewatbersama dompetmu
Kamu bangkit dari lantai kotor
Di mana tadi kamu terkapar.
Dengan mulut bengkak dan berdarah
Kamu hampiri penjaga keamanan.
Ia pandang kamu dengan jijik
Dan sebelum kamu sempat berkata
ia membentak: “Pergi”
perempuan dengan badai di perut
mukamu lembayung.
Kamu jual sumbangmu di took
Cuma laku separoh harga.
Kamu cari adikkmu
Sedang kamu tak jelas alamatnya.
……………………………………………………..
Ternyata
Yang dimaksud mandiri
Bukannya tidak merepotkan orang lain,
Tetapi tidak mempedulikan orang lain.
Namaku Aminah. Orang desa.
Dating ke ibu kota
Mencari adikku: Maria Zaitun.
Orang kota menyebutku cengeng
Kepada seorang wanita
Yang tinggal di losmen yang sama
Aku menyapa: “Selamat Pagi!”
Dan ia menjawab: “Apa maumu?”
…………………………………………………
Perempuan dengan badai di perut:
Aminah !
Duitmu makin tipis
Lalu kamu ingin cari kerja.
Kamu pergi ke pemilik losmen
Minta nasihat kepadanya
Ia berkat:
“ini jaman sulit.
Tetapi apa yang bisa kamu lakukan?”
Lalu kamu menjawab
Bahwa kamu bisa menjahit
Pernah bekerja di salon
Juga pernah kerja di restoran.
Ia menarik napas
Seperti hendak bicara
Tetapi di batalkan.
Lalu matanya sedikit dipicingkan
Menatap wajahmu,
Dadamu, pinggulmu,
Dan kakimu.
Kemidian ia bicara juga:
“Ini jaman susah.
Tetapi aku bisa kasih kamu kerja.”
“Di mana?”
“Di sini.”
“Kerja apa?”
“Terima tamu.”
“Tetapi di sini
Sudah ada dua penerima tamu.”
Yang saya maksud:
Menerima tamu dikamarmu,”
“Apa?”
“Hasilnya tidak sekedar lumayan.
Aku bisa jual kamu
Dengan tarif tinggi.”
Mendadak kamu berdiri.
Dadmu sesak.
Tanganmu gemetar.
Lalu dengan kasr kamu pergi.
Sementar ia tetep duduk
Dengan tenang dan perkasa.
………………………………………….
Ternyata:
Aku harus lebih waspada.
Tidak semua orang itu orang.
Di dalam cahay terdapat rasa sebtosa.
Di jalan raya
Tak ada tempat untuk berjalan kaki
Di ruang duduk
Tak ada tempat untuk berbicra.
Alangkah sesak ruang ini.
Tapi tanganku menggapai
Yang terpegang hanya udar.”
………………………………………………..
Perempuan dengan badai di perut.
Akhirnya kamu bekerja di stu restoran.
Kamu menjadi pembantu koki.
Segera nyata kamu berguna
Karena memang ahli.
Pada hari pertama
Koki gembira dan ramah terhadapmu.
Pada hari ke dua
Ia suka memuji dan becanda
Pada hari ke tiga
Ia bersikap seperti bapa.
Pada hari keempat
Ia merayu
Dan meremas pantatmu.
Kamu memprotes dengan halus.
Dan untuk menjaga jarak
kamu menambah sikap sopanmu.
Tapi dating hari ke lima
Ia peluk kamu dengan paksa
Dan ia mencoba mencium mulutmu.
Kamu menjerit. Kamu meronta.
Satu panic sup tumpah
Gara-gara pergulatanmu
Sehingga pada hari ke enam
Kamu di pindah jadi pelayan.
Pada hari ketujuh
Kamu kurang sopan pada tamu
Yang dengan pernuh penghargaan
Maraba pahamu
Pada hari kedelapan
Kamu di pindah
Menjadi pencuci piring
Pada hari kesembilan
Tukang air memegang tetekmu.
Kamu menjerit dengan seru
Sehingga majikan besar turun tangan .
Ia perhatikan kamu
Ia geleng-gelengkan kepala
Lalu kamu di panggil ke kantornya
Kamu di hibur
Dan diberi pengertian
Bahkan ia beri kamu uang muka
Dan gaji tiga bulan
Barangkali sebagai hiburan
Pada hari kesepuluh
Kamu disuruh menyalin
Daftar inventaris restoran.
Pada hari kesebelas
Majikan besar memberimu hadiah
Sepasang giwang, kalung dan gelang
Katanya sebagai penghargaan
Untuk kepribadianmu yang jelas dan tegas
Pada hari keduabelas
Ia berbicara tentang hobi sni fotografi
Bagaimana komposisi cahaya dan baying-bayang
Bisa menonjolkan nilai tersembunyi
Dari bentuk benda
Yang semula Nampak biasa.
Pada hari ketigabelas
(yang kata orang angka sial)
Ia berkata:
“sebagai ahli fotografi
Aku bisa membanyangkan
Bagiaman kalau tubuhmu telanjang.
Gunumg dan lembahnya
Akan member kesempatan
Untuk permainan komposisi
Cahay dan baying-bayang.
Orang-orang gilaitu
Punya tanggapan kasar
Terhadap keindahan tubuhmu
Tetapi aku penuh gelora seni
Aku ingin merekam keindahan tubuhmu
Yang alami dan asli
Supaya abadi
Dengan honorarium untukmu
Yang memadai
Sekarang renungkan dulu.
Kita bicar lagi besok pagi
Pada hari keempat belas
Kamu meludahketanah.
Dan tidak masuk kerja.
……………………………………………………..
”Terlalu banyak aku lihat keranjang smpah
Tak ada isinya yang berguna
Filsafat bergantung di setiap paku.
Agama menjadi bendar bazaar
O, ibuku!
Alangkah amanny kandunganmu!
Waktu aku rebah ingin tidur
Kasurku gaduh nrocos bicara!”
…………………………………………………….
Perempuan dengan badai di perut
Di metropolitan Jayanegara
Kamu mencari adikmu.
Tidak jelas alamatnya.
Seingatmu ia bilang
Ia tinggal di jalan delima nomor lima
Sudah dua kali kamu kesana
Dan ia tidak ada
Di rumah itu banyak perempuan
Dan yang tertua berkata:
“Sembilan tahun aku tinggal di sini.
Yang bernama Maria Zaitun
Tak pernah ada.”
Dan akhirnya
Setelah sekian lama
Di Jayanegara
Kamu tahu
Di sebelah barat kotaada juga jalan delima nomor lima
Tetapi itu kantor polisi
Kamu ke sana
Dan komandannya berkata:
“memanga adadua jalan delima nomor lima
Di barat dan timur
Yang di barat kantor kami
Tak pernah ada Maria zaitun di sini
Sedang di timur……………
jadi ibu sudah kesana?”
“sudah. Ia tidak ada di sana.”
Rumah pelacuran.”
Astaghfirullah haladziim!”
“Ya.
Alhamdulillah ia tak ada di sana
Tak pernah memakai nama aslinya.”
“Ya ,Allah!”
Sesudah itu
Kamu merasa
Badanmu melayang-layang.
Segala yang terjadi
Terjadi antara ada dan tiada
Dan kamu hamper tidak mendengar
Ketika komandan itu berkata:
“cobalah besok ibu kemari lagi besok pagi
Bawalah fotonya dan semua informasi
Kami akan membantu ibu mencarinya.”
Keesokan harinya
Kau masukkan foto adikmu
Ke dalam dompetmu
Demikianlah Puisi WS. Rendra dalam "Perjalanan Ibu Aminah"
0 Komentar untuk "Perjalanan Ibu Aminah"